Monumen.id. Sumut. Saat ini kita sudah memasuki Bulan November tahun 2024 yaitu di mana bulan November dikaitkan dengan musim hujan ,tetapi kali ini Bulan November tahun 2024 diiringi dengan musim pemilhan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan diadakan di 508 kabupaten/kota 37 provinsi.
Pilkada merupakan pemilihan kepala daerah, yang dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang telah memenuhi persyaratan.
Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota. Diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kabupaten/Kota.
Daftar Isi
Alasan Warga Sumut Tak Memilih Edy Rahmayadi
Di Sumatera Utara (Sumut) dilaksanakan serentak di 33 kabupaten/kota terdapat 5 kabupaten/kota yang akan melawan kota kosong yaitu kabupaten Serdang Bedagai, Asahan, Phakpak Bharat, Nias Utara dan Labuhan Batu Utara.
Untuk pemilihan Gubernur Sumut terdapat dua pasangan calon (Paslon) yakni Paslon nomor urut 1 Muhammad Bobby Afif Nasution dan H Surya. Pasangan nomor urut 2 Edy Rahmayadi dan Hasan Sagala.
Sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, gubernur bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah kabupaten/kota.
Kepemimpinan yang Buruk dan Janji yang Tak Terpenuhi
Dalam hal pemilihan Geburnur Sumut (Gubsu) terdapat beberapa alasan tak memilih Paslon nomor urut 2 Edy Rahmayadi dan Hasan Sagala. Di antaranya yakni, Edy Rahmayadi pernah memimpin di Sumut.
Dalam kepemimpinannya Edy seolah tak berkoordinasi dengan pemerintah pusat, yang lebih parahnya lagi dalam penyelenggaraan pengawasan kepada Pemda, Edy kerap menakut nakuti pemerintah kabupaten/kota .
Bobby Nasution pernah curhat kepada warga Medan bahwa dirinya sering kali bekerja sendiri saat menjabat Walikota Medan. Ia mengaku keluhannya sering kali tak didengar Gubsu yang kala itu dijabat Edy Rahmayadi.
Permasalahan Narkoba dan Geng Motor di Sumut
Kemudian, Edy pernah berjanji jika terpilih menjadi gubernur, Sumut bebas judi, premanisme, kenakalan geng motor, sampai kepada pemberantasan narkoba yang selama ini melanda Sumut.
Alhasil kini narkoba menjadi persoalan berat. Sumut menjadi peringkat satu dalam peredaran narkoba di Indonesia. Narkoba bukan menjadi barang langka/haram di Sumut.
Karena saban hari kita mendengar kasus peredaran narkoba tak hanya di kota – kota besar tetapi kini narkoba terutama jenis sabu -sabu telah menjangkau di perdesaan hingga ke pesisir pantai Sumut.
Begitu juga kenalakan geng motor jahat. Mereka tak memiliki rasa keprimanusian. Keganasan geng motor jahat tega melukai hingga menghilangkan nyawa seseorang.
Keganasan tersebut bukan berhenti menjadi persoalan kabupaten/kota, sebaiknya gubernur dapat langsung berkoordinasi dengan kabupaten/kota mampu membatasi ruang gerak geng motor jahat di setiap sudut kabupaten/kota.
Apapun strateginya, dengan keharmonisan antara gubernur dan pemerintah kabupaten/kota mampu mencari solusinya bukan menjadi “momok” kepada pemerintah kabupaten/kota.
Kompetisi Olahraga yang Tak Pernah Terwujud
Selain itu juga berjanji akan akan membangun stadion bertaraf nasional, namun apa yang terjadi, Edy Rahmayadi hanya berjanji tetapi kenyataannya Jokowi lah yang meresmikan.
Stadion bertaraf Internasional di Desa Sena, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang berkapasitas 25 ribu penonton serta menghabiskan anggaran Rp 587 miliar dari APBN.
Selain membangun stadion bertaraf internasional, Edy Rahmayadi juga berjanji pada Pilkada serentak tahun 2018 yang lalu akan mengadakan kompetisi bertaraf internasional. Apa jadinya, sampai kini tak ada satupun kompetisi bertaraf internasional yang dilaksanakan di Sumut.
Kompetisi bertaraf internasional hanya pernah dilaksanakan oleh Gubernur Sumut Marah Halim Harahap di era tahun 1970 an. Nah, itulah di antara sebab -sebab warga Sumut tak akan memilih Edy Rahmayadi di Pilkada serentak 2024.