Monumen.id – Mungkinkah Edy Rahmayadi benci kepada Bobby Nasution? Pertanyaan seperti ini bisa dijawab ya memang benci atau sama sekali tidak. Bagaimana pendapat seseorang dapat ia simpulkan setelah membaca isi berita berita berikut. www.tribunnews.com menerbitkan berita pada hari Senin, 30 September 2024 dengan judul “ Edy Rahmayadi : Kalau saya tak jadi Gubernur, Gubernur saya nanti Bobby.
Pada paragraf pertama Edy selalu menyebut – nyebut kekurangan dari Bobby Nasution yang belum tentu benar, hal itu disampaikan Edy saat menggelar pertemuan dengan pengurus PDIP di Kabupaten Labuhan Batu Selatan. “ Sebenarnya saya tidak mau jadi Gubernur lagi. Karena usai mau 64 tahun. Kalau saya tak jadi Gubernur, Gubernur saya nanti Bobby. Saya tahu pasti yang berat, dengan kekurangan. Kalau diikuti tidak sanggup saya, saya tidak mau 16 juta penduduk dipimpin orang yang belum sidik, adalah bersih akhlak, yang siap memberikan amanah,” sebut Edy.
Sebelumnya , saat pengundian nomor di Pilgub Sumut, Bobby menyebut tentang jalan rusak di Bobby Nasution menyebut jalan di Sumut rusak parah dibanding Aceh dan Sumatera Barat. Selain itu, Bobby juga menyindir proyek perbaikan jalan senilai Rp 2,7 triliun yang dianggarkan di masa Edy Rahmayadi masih menjabat sebagai Gubsu.
“Sumatera Utara ini provinsi yang luar biasa, provinsi terbesar di Pulau Sumatera dan kita sering dengar cerita, cerita klasik sekali, yang kalau kita jalan-jalan, katanya kalau kita jalan-jalan dari Sumatera Barat kalau kita naik mobil, jalan-jalan dari Aceh dari Sumatera Barat, kalau disupirin nggak usah begitu tahu tujuannya ke Sumatera Utara tahu kita kapan nyampe nya Kapan sampenya? Pas kepala kita kejedut di mobil,” kata Bobby Nasution. Semenjak Bobby menyinggung jalan rusak di Provinsi Sumut Edy Rahmayadi semakin meradang, bagaikan ia tak ingin dipersalahkan terhadap jalan rusak saat lima tahun menjadi Gubernur.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro menilai calon gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi tengah berusaha menciptakan keresahan bersama di balik sikap agresif dalam kampanye beberapa waktu belakangan.
Menurutnya, jika keresahan bersama itu sampai pada level terciptanya musuh bersama, Edy bakal mendapat insentif elektoral paling banyak.
“Edy berusaha menciptakan keresahan bersama, common sense, sampai pada level muncul common enemy, musuh bersama, yang itu bisa membuat energi kolektif masyarakat di Sumut akhirnya fokus melawan Bobby, jika sudah sampai level itu, yang dapat insentif elektoral paling banyak Pak Edy,” kata Agung saat dihubungi cnnindonesia.com, Senin (30/9/2024) malam.
Ia mengatakan di level nasional, mulai ada titik temu soal ketidaksukaan terhadap Keluarga Presiden Jokowi. Edy dinilai berusaha menularkan hal itu ke daerah.
“Ada ketidaksukaan pada Keluarga Solo, dan itu berusaha ditularkan ke level lokal agar bisa dirasakan semua, lebih banyak mudarat daripada manfaat jika Keluarga Solo berkuasa, pada level misal Sumatera Utara,” ujarnya.
Sementara itu, sikap Bobby yang menyindir Edy dinilai karena ingin menunjukkan kepada pemilih rasional kinerja Edy selama menjadi Gubernur Sumatera Utara.
“Di saat yang sama, ia tak ingin elektabilitas tergerus gegara Mulyono Effect,” kata Agung.
Di sisi lain, dalam kontestasi Pilgub Sumut, Agung ragu bakal ada cawe-cawe dari Istana.
Mertua Bobby, yakni Presiden Jokowi akan lengser pada Oktober ini. Agung tidak yakin presiden selanjutnya Prabowo Subianto bakal menggunakan instrumen kekuasaan untuk memenangkan Bobby.
“Bobby di belakang ada dua presiden, sementara Pak Edy, satu presiden, Bu Mega, cuma Bu Mega bukan presiden aktif, yang aktif kan Pak Prabowo yang punya fitur kekuasaan, tinggal kita lihat fitur-fitur itu dipakai atau tidak,” kata Agung.
“Tapi kalau lihat tipe kepemimpinan rasa-rasanya beliau cenderung seorang Demokrat, lebih menitikberatkan mengalir, pertarungan antar figur, kualitas, supaya semua bertarung objektif,” imbuh Agung.